Mulai Ketagihan
Jakarta, Februari 2016, sore hari setelah kedatanganku
dari malaysia untuk sebuah misi kemanusiaan, saya berkabar dengan teman saya
yang berasal dari Solo yang saat itu sedang menyelesaikan studinya di salah
satu kampus swasta terbaik di Jakarta. Saya memberitahunya bahwa saya sudah
berada di Indonesia, tepatnya di rumah saudara saya di daerah Jagakarsa. Teman
saya, sebut saja Bayu sangat antusias dengan kedatangan saya, ya khususnya
karna saya menjanjikan akan memberikannya oleh-oleh dan beberapa uang ringgir
(ini bener kan bro?). Kami melakukan perjanjian melalui pesan singkat untuk
nongkrong bersama. Saat itu pula teman saya memang sudah merencanakan untuk
melakukan pendakian dengan teman-teman kampusnya. Akhirnya dia memutuskan untuk
mengajak saya melakukan pendakian pada esok harinya. Di saat saya merasakan
jetlag, keesokan harinya saya harus mendaki (bisa bayangkan?!). Awalnya saya
memang menolak karena kondisi bandan yang kurang memungkinkan, tapi karena saya
penasaran (kapan lagi bisa mendaki di daerah ini) akhirnya saya memutuskan
untuk ikut dengan teman saya untuk mendaki gunung.
Kesokan harinya, sekitar pukul delapan, saya berangkat dari stasiun Universitas Pancasila ke Universitas Indonesia untuk bertemu dengan kawan saya. Setelah sampai di stasiun UI saya diajak ke kontrakan Bayu dan bertemu dengan teman-temannya. Ada 2 orang lelaki, sebut saja Fauzi dan Aldo, serta 1 wanita yang cukup friendly, sebut saja Safiah. Kami berlima akan berangkat ke Gunung Batu, daerah Joggol, Kabupaten Bogor. Tingginya sih hanya 875 MDPL. Aksesnya bisa dilihat di https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Batu_Jonggol Kami menyiapkan perbekalan seadanya, dan ternyata saya lupa ternyata saya menggunakan sepatu cats dan celana jeans. Namun kata mereka itu tidak terlalu menjadi masalah karena gunungnya tidak terlalu tinggi. Tepat pukul sembilan kami meluncur dari Depok ke Jonggol dengan perjalanan tempuh sekitar tiga jam. Saat perjalanan badan saya memang tidak terasa fit karena terlalu lelah tapi semangat saya berkobar sehingga menghilangkan rasa lelah yang saya derita. Jalan yang kami lalui seperti jalan biasanya hingga sampai ke pedesaan yang jalannya berkelok dan naik turun tapi tidak terlau ekstrim seperti jalan menuju ke Gunung Merbabu (lihat cerita saya di http://catatanyotam.blogspot.co.id/2017/07/catatan-pendaki-1-gunung-merbabu.html ). Dari kejauhan nampak berjajar perbukitan dengan tanda panah arah Gunung Batu 1, 2, 3, tapi saya kurang tau ada berapa Gunung Batu di sini yang saya tahu saya hanya menuju ke Gunung Batu 1. Akses untuk menuju Gunung Batu 1 tidak terlalu susah hingga sampai di parkiran. Kami harus berjalan sekitar 1 kilometer untuk menuju ke gerbang pendakian dari parkiran. Jalannya saat itu dipenuhi bebatuan dan tidak rata, ada pabrik pengerukan tanah juga di sebelah kiri jalan dan kolam pemancingan di sebelah kanan jalan. Struktur tanahnya juga naik turun. Sesampai di gerbang pendakian ternyata kami kaget, banyak sepeda motor yang ada di situ. Tak disangka ternyata parkir terlalu jauh dari pintu gerbang padahal ada tempat parkir di depan pintu gerbang (maklum baru pertama). Kami diminta membayar retribusi kebersihan dan karcis masuk dengan total Rp 7.000,- (Murah? Banget!)Awal masuk gerbang kami langsung disuguhkan dengan jalan menanjak dan struktur pasir seperti tanah liat yang lumayan keras tapi halus dan banyak pepohonan yang dapat menjadi penopang kita ketika mendaki. Lumayan jauh tanjakannya, dan sesekali ada tanah datar juga sebagai tempat peristirahatan. Jarak ke pos satu sangat dekat kurang lebih 25 menit dengan ditandai pohon besar dan tempat duduk dari kayu. Pada pos satu ini kita sudah bisa melihat pemandangan sekitar yang lumayan luas dengan titik kemiringan 45 derajat. Kami (terpaksa) break karena si cewek butuh asupan udara dan minuman. Setelah beberapa saat kami beristirahat, kami lanjutkan perjalanan kami dari sini sudah mulai terasa titik penanjakan yang lumayan berbatu dan Safiah merasa tidak kuat tapi kami sebisa mungkin memberikan motivasi untuknya hingga sampai di pos 2. Tapi tanjakan menuju pos 2 tidak seekstrim di Gunung Merbabu, hanya tanjakan ini sangat berbatu (Iyalah namanya juga Gunung Batu) jadi pintar-pintarnya kita memilih pijakan. Setelah sampai di pos 2. Kami bertemu dengan banyak orang, khususnya eneng-eneng geulis pisan yang ternyata mereka mendaki dengan wedges (Oh My Ghost….) dengan make up yang lumayan menggoda, mungkin mereka foto model (entahlah hanya mereka dan pacarnya yang tau). Untuk sampai ke puncak kami harus mendaki dengan tali yang telah terikat di sekitaran tebing. Talinya memang cukup kuat karena dari tambang dan tertutup kain tebal. Sampai di puncak tak diperlukan waktu yang lama, sudah ada beberapa tenda yang didirikan di situ. Tapi yang membuat saya kurang excited adalah jalannya yang sangat kecil dengan pemandangan kiri kanan adalah jurang. Saat kami di puncak juga cuaca kurang mendukung karena mendung dan berkabut tebal. Tak kalah herannya adalah banyaknya serangga yang beterbangan dan sesekali menabrak bagian tubuh kami. Saat di puncak juga kami melihat banyak orang yang berpakaian tak selayaknya sebagai pendaki, mereka malah lebih tampak seperti ke mall (Seperti cewek-cewek geulis yang kami temui tadi. Di puncak juga terdapat dua spot foto yang menandakan pendaki telah sampai ke puncak. Terdapat juga memorial yang memandakan bahwa ada seornag pendaki yang tewas terjatuh di atas gunung dan dapat menjadi peringatan bagi kita para pendaki untuk tetap waspada ketika mendaki gunung. Tidak berapa lama setelah kami mengabadikan foto terjadilah hujan yang menyuruh bahwa kami harus sebera turun dari puncak. Hujannya lumayan lebat untungnya kami sudah menyiapkan perlengkapan ketika terjadi hujan. Tak butuh waktu lama untuk sampai di bawah lagi, kurang dari 20 menit kami sudah di bawah. Hujan pun reda, di saat perjalanan ke parkiran kami putuskan untuk istirahat sejenak di dekat kolam ikan dan membuat mie rebus. Ini ciri khas pendaki, kebersamaan. Setelah selesai kami pun bergegas pulang kembali ke Depok.
Kesan saya mendaki gunung ini adalah ketika melihat memorial yang berada di puncak yang mengingatkan pada kita bahwa kita tidak boleh terlalu lebay dalam mengabadikan gambar yang perlu diperhatikan juga faktor keselamatan.
Saya akan menulis kembali cerita saya ketika mendaki Gunung ketiga, tunggu ya….
Oiya lupa, ini foto-foto saya ketika menginjakkan kaki di Gunung Batu
0 komentar:
Posting Komentar