Catatan Pendaki (Pemula)
Hari itu, November 2014. Setelah makan
di salah satu burjo di belakang kampus, salah satu teman kami nyeplos untuk melakukan pendakian. Dari
celotehan tersebut malah terjadi yang sebenarnya. Kami berencana untuk mendaki
ke salah satu gunung di sekitar Solo. Kami tentukan pilihan untuk mendaki
Gunung Lawu atau Merbabu. Berdasarkan pengalaman teman saya, yang beberapa kali
naik ke gunung tersebut mengatakan untuk pemula naik ke Gunung Merbabu saya.
Setelah kami putuskan untuk mendaki ke Gunung Merbabu pada weekend minggu itu.
Untuk lebih menghebohkan suasana saat itu kami mengajak teman yang lain.
Terkumpullah enam orang termasuk saya. Namun saya ternyata salah seorang teman
wanita saya mau ikut untuk mendaki Gunung Merbabu. Tanpa pikir panjang kita
menyusun rencana apa saja dan waktu yang perlu dipersiapkan untuk mendaki.
Karena ini adalah pertama kali bagi saya, sedikit cemas tapi banyak
antusiasnya. Salah satu teman kami menyewakan alat-alat perlengkapan pendakian
(maksudnya kami iuran terus dia yang booking).
Jumat pagi, saya masih bingung
perlengkapan apa yang perlu dibawa ketika mendaki. Saya merupakan pemula jadi
perlengkapan pertama yang penting adalah bekal. Langsung saya meluncur ke salah
satu took klontong di dekat rumah untuk membeli roti. 5 buah roti ukuran jumbo
sudah saya beli. Saya langsung menata baju di tas (catatan: baju yang saya bawa
beda-beda untuk pagi dan malem ya, karena saya tidak tahu role baju pendaki
seperti apa, tapi jaket tetap yang utama). Jumat siang setelah jumatan, saya
meluncur ke kos teman saya yang menjadi titik kumpul kami. Saya baru terpikir
kalau jumlah team kami ganjil tapi saya diam saja. Semoga tidak berdampak
apa-apa bagi kami. Ternyata setelah perbendaharaan bekal kita dikumpulkan saya
merasa hina karena saya salah bekal. Harusnya yang penting bagi pendaki adalah
sembako dan air minum yang banyak. Ya sudah kami iuran lagi untuk membeli mie
dan nasi serta beberapa cemilan untuk perjalanan. Jumat sore, sekitar pukul
tiga. kami persiapan utnuk berangkat ke Gunung Merbabu via Selo. Team saya lima
laki dan dua wanita. Jalan yang kami lewati di arah selo ternyata sangat rusak,
berlubang, dan berbatu (sekarang saya kurang tau apakah masih sama atau sudah
bagus. Semoga sudah diperbaiki jalanannya). Musuh kami juga adalah truk-truk
pengangkut pasir juga. Jadi ketika kena angin, pasirnya akan terbang dan
mengenai kita yang berada di belakangnya. Sekitar maghrib kita sampai basecamp
Gunung Merbabu. Keadaannya lumayan sepi, ada team kami dan satu team lain namun
berbeda ruangan. Sinyal? Saya memakai smartfren jadi harus keluar basecamp
dahulu untuk mendapatkan sinyal. Saat
malam di basecamp sudah terasa hawa dingin dan pemandangan seperti bukit
bintang di Jogja sudah terlihat. Basecamp dengan warung yang tersedia makanan
dan minuman yang cukup bagi kita jadi tak perlu khawatir tentang bekal kita.
Mie instan sangat cocok saat di basecamp. haha….Tak berapa lama banyak para
pendaki yang juga akan mendaki bebarengan dengan tim kami. Kami berencana akan
mulai mendaki setelah subuh.
Sabtu, 3 pagi. Perut saya begah (first
problem). Tau kan rasanya perut begah? Padahal sebelum saya akan mendaki ini
saya sudah mengimbanginya dengan jogging tiap hari (tapi makan tetap banyak
karena dulu jaman saya masih dibilang overweight). Saya coba bolak-balik ke
toilet tapi tetap isinya masih gas. Karena mungkin saya terlalu banyak
mengambil angin. Saya hiraukan saja perut saya ini. Setelah team kami terkumpul
kami briefing sejenak dan berdoa sebelum mulai mendaki. Setelah semua dirasa
siap kami mulai mendaki perlahan. Bagian depan dan belakang harus membawa
senter. Para wanita diposisikan di tengah. 15 menit setelah naik kaki saya
mulai merasakan keanehan seperti bergetar namun tidak terkontrol. Kata teman
ini kaki saya masih tegang dan shock dan perut saya mulai bermasalah lagi.
Teman wanita yang di depan saya juga merasakan hal yang sama. Begitupun teman
saya yang di belakang. Beberapa saat kemudian teman saya muntah, saya pun juga
muntah. Ini shock karena pertama kali bagi kami untuk mendaki. akhirnya kami
rehat sebentar. Tidak tahu kenapa salah satu teman wanita kami pingsan (problem
kedua). Kami semua kaget dan coba menyadarkan dia untuk bangun. Akhirnya kami
semua saling memotivasi dan melanjutkan kembali pendakian. Sinar matahari mulai
menampakkan wujudnya. Teman wanita yang pingsan tadi (sebut saja Nana) meminta
rehat kembali. Akhirnya kami rehat dan berbincang-bincang tapi tidak disangka,
Nana berteriak kencang sambil menunjuk kearah salah satu pohon.
“eh….lihat
itu apa?"
Teman saya yang mengetahui rute (sebut
saja Edward) langsung menarik Nana dan suruh diam. Sekelebatan saya juga
melihat sesosok seperti Beast (dalam beauty and the beast) memiliki tanduk dan
berbadan besar. Tapi saya diam karena sudah tau aturan main ketika naik gunung
tidak boleh mengatakan apa yang terlihat aneh di gunung. Akhirnya kami berdoa
sesuai keyakinan kami dan kembali melanjutkan perjalanan. Beberapa lama
kemudian kami sampai di pos satu. kami istirahat dan perbanyak minum. Kami
melanjutkan perjalanan kembali ke pos dua yang sangat lama karena sebelum
sampai ke pos dua kita akan melewati pos bayangan. Setelah itu kami melanjutkan
perjalanan ke pos tiga yang tidak terlalu jauh. Perjalanan ke pos tiga ini
jalnnya lumayan berbatu namun kita bisa memetik blueberry dan blackberry atau
berrby yang lain yang bisa kita gunakan untuk membasahi tenggorokan kita saat
melakukan pendakian. Pos ini dinamakan Pos Watu Tulis. Pos 3 ini memiliki
pemandangan yang sangat indah karena dapat melihat merapi secara langsung jika
tidak berkabut. Saat saya sampai ke sana sangat berkabut. namun tidak udah
kecewa karena ada banyak pohon-pohon edelweiss di sini. Kami lumayan lama
berhenti di pos ini karena tanahnya yang sangat lapan dengan banyak yang
camping di sini. Selanjutnya menuju ke pos 4. Di sini saya merasa sangat
tertantang dengan trek yang sangat terjal karena kami harus mendaki pada tanah
yang licin dan dapat membuat kami tergelincir. Sesekali saya juga tergelincir.
Kami juga harus sedikit membungkukkan punggung kami agar beban kami pada tas
tidak terdorong ke belakang. Tingkat kemiringan trek ini juga lumayan. Namun
ada bantuan pegangan tali untuk mendaki sampai ke pos 4. Kaki saya keram
(problem ketiga) karena saya paling belakang teman saya harus membantu saya
untuk menghilangkan kram pada kaki saya. Dengan dibantu Edward saya tertatih
untuk naik ke pos 4. tapi siapa sangka sebelum kami samai ke pos 4, tiba-tiba
hujan datang. Kami terpaksa membangun satu tenda agar cepat untuk berlindung
dari hujan. Dome untuk ber4 kami gunakan bertujuh. Namun setelah tak lama
kemudian hujan pun reda. Kami masih beristirahat pasca kejadian tersebut.
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke pos 4. saat berada di Pos 4
(dinamakan Sabana 1) cuaca sangat berkabut dan mendung. Kami pun memutuskan
untuk mendirikan tenda di situ untuk bermalam karena hari juga sudah hapir
petang. Saya liat keadaan sekitar banyak tenda-tenda yang sudah berdiri tapi
saya tidak melihat keseluruhan pemandangan sekitar karena cuaca sangat
berkabut. Setelah kami mendirikan tenda, tak lama kemudian hujan lebat datang,
saat itu jam 4. Untungnya kami sudah membangun dua tenda. Satu tenda kami, yang
untuk berempat bocor (problem keempat). kami pun segera bergegas membereskan
tenda kami dan menggunakan tenda bocor untuk menutup tenda yang lebih besar
agar tidak ikut bocor dan lebih menghangatkan. Sambil menghangatkan suasana
kami memasak mie instan dan nasi derta kopi. Satu panci mie untuk bertujuh dan
makannnya diputarkan dari satu orang ke orang yang lain. Hal tersebut terasa
sangat kekeluargaan. mungkin ini salah satu alasan kenapa kita harus mendaki. Hujan
semakin deras hingga malam hari. Kami pun tidak bisa apa-apa selain tidur
hingga hujan reda. Pukul 10 malam hujan sudah berhenti. Saya pun penasaran
melihat suasana di luar. Luar biasa takjub ketika saya melihat lampu-lampu
seperti bintang yang berada di Gunung Merapi. Saya bisa tidak bisa melihat
Gunung Merapi secara ujung karena sudah sangat gelap, tapi lampu-lampu yang ada
di gunung tersebut seolah menggariskan struktur Gunung Merapi. Karena sangat
dingin saya kembali ke tenda dan tidur.
Minggu subuh, saya harus bangun dan
menyaksikan sunrise yang muncul. Saat itu awan masih lumayan tebal dan agak
mendung. Tapi saya bisa melihat merapi secara langsung dan terasa sangat dekat.
Setelah beberapa saat kami menunggu, muncullah sang pusat cahaya terang
tersebut di sebelah timur. Salah satu moment yang tidak pernah bisa saya
lupakan hal ini. Semua yang berada di tenda juga langsung mendekati tempat yang
cocok untuk melihat sunrise. Meskipun udara sangat dingin tapi semua antusias
untuk melihat sunrise. Saat sang terang muncul di ufuk timur, terlihat pula
Gunung Lawu yang berdiri kokoh. Tak lewatkan kami mengambil moment yang jarang
kami nikmati ini.
Setelah itu kami membuat kopi dan sarapan roti untuk mengisi
tenaga kita, karena jadwal kita hari ini adalah hiking. Sayangnya salah satu
dari kami harus menunggu tenda karena jika kami hiking hanya membawa peralatan
seadanya dan tidak terlalu berat. Setelah berunding, Andi (sebut saja begitu)
yang harus menjaga tenda. Akhirnya kami berenam melanjutkan perjalanan ke
puncang Gunung Merbabu. Terlihat sebuah bukit yang cukup tinggi di belakang
tenda kami, bukit itu. Saya kira itu adalah puncaknya, ternyata bukan. Kami
mulai melanjutkan perjalanan ke puncak dengan diawali perjalanan yang tidak
terlalu terjal dengan kanan kiri jurang dan rerumputan yang tinggi serta
semilir angin gunung yang sejuk. Setelah beberapa saat kami sampai di Sabana 2.
Tempat ini sangat luas dengan padang rumput yang sangat indah, jika dijadikan
tempat prewedd sangat cocok juga nih…. Kami bertemu salah satu komunitas
pendaki yang memberi tawaran spaghetti pada kami dan tanpa menolak kami pun
ikut makan bersama mereka. Inilah salah satu kehebatan para pendak yakni kita
bisa saling berbagi dan khususnya menjalin relasi dengan orang baru. Setelah
selesai makan kami pun melanjutkan perjalanan ke puncak karena sang matahari
sudah mulai menaiki tahtanya. Kami melewati tengah diantara dua bukit dan kami
bisa melihat tenda yang kami pasang dari kejauhan. Dan….. inilah saatnya
pertarungan dimulai, tanjakan yang terus menanjak dengan tekstur batu dan tanah
kering akan kami lalui. Satu kuncinya adalah MOTIVASI. Dengan perlahan kami
terus naik hingga akhirnya sampai di Puncak Trianggulasi. Yassssss…..We did it!
Baberapa orang juga sampai di puncak ini. Tapi sayangnya ketika kami sampai di
puncak ini kabut tebal berada di sekeliling kami, ada beberapa pepohonan yang
ada di situ, dengan ditandai monumen batu dan bendera Indonesia di
atasnya. Tak lupa juga papan nama tempat
tersebut dan tempaelan setiker-stiker komunitas pencinta alam yang telah sampai
di Puncak Trianggulasi. Sebenarnya kami akan melanjutkan perjalanan ke Puncak
Kenteng Songo tapi karena cuaca tidak memungkinkan akhirnya kami pun balik ke
tenda. Perjalanan ketika hiking sekitar dua jam tapi ketika kami turu dari
puncak ke tenda hanya sekitar setengah jam. Setelah sampai ke tenda kami pun
makan siang dan bersiap untuk pulang. Karena cuaca sedikit berkabut dan rintik
hujan juga menyapa kami sesegera mungkin merapikan tenda dan perlengkapan kami.
Perjalanan pulang juga kami tempuh sangat cepat yakni hanya sekitar satu
setengah jam karena jalannnya hanya menurun dan kami lari. Hahaha…. Bagi kami
medan turun yang lumayan sulit adalah
medan sebelum pos 3 karena jalan yang terlalu turun menukik dan tanahnya
yang berlumpur. Tak heran saya sering trpeleset dan berseluncur ketika itu.
Sampai di pos kami makan lagi, soto hahaha makan terus perasaan serta mandi dan berkemas pulang.
ini di sabana 2 ya |
ini bukit belakang tenda |
masih bukit belakang tenda |
finally, Puncak Trianggulasi |
Oiya…..mengingatkan bahwa ini adalah
pendakian pertama saya sebagai pendaki pemula, saya juga akan bercerita tentang
pendakian saya selanjutnya. Percayalah ketika kalian mendaki musuh terbesar
adalah dirimu sendiri dan reward yang akan kamu dapatkan adalah ketagihan!
Iyaaa… ketagihan unutk mendaki gunung-gunung yang lain. So, tunggu kembali
cerita saya tentang mendaki gunung yang lain ya. 🙋🙌😎
0 komentar:
Posting Komentar