INDONESIA: KEBERAGAMANKU, KEKAYAANKU
Indonesia dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika sebenarnya merupakan harapan sekaligus
sindiran tipis bagi rakyatnya. Bagaimana tidak. Indonesia dengan berbagai bangsa yang menyebar di
berbagai pulau-pulau dari Sabang sampai Merauke memiliki banyak sekali budaya,
adat-istiadat hingga kepercayaan. Namun dewasa ini, seperti kita tahu Bhinneka
Tunggal Ika telah menimbulkan sindiran tipis di benak rakyatnya. Tak jarang
adanya perbedaan itu menimbulkan masalah hingga konflik yang serius.
Beberapa kali Indonesia mengalami
goncangan karena adanya konflik seputar SARA(Suku, Agama, Ras). Setiap konflik
tersebut bermula dari konflik individu yang kemudian mengarah ke konflik
kolektif yang mengatasnamakan etnis. Faktor ekonomi juga menjadi salah satu penyebab
utama konflik di bangsa ini. Penguasaandi bidang ekonomi memicu besarnya etnis yang bersifat sentimen dan adanya prasangka yang membuat konflik
meranah ke agama. Sampai pada Sidang Pengadilan masing-masing pihak yang
bertikai masih menunjukan etnosentrisnya. Aparat Pemerintah bukanya sebagai
penengah namun ikut andil dalam konflik ini. Nampaknya kesenjangan sosial
ekonomi dari pendatang yang sebagai mayoritas menguasai sektor ekonomi membuat
konflik menjadi lebih memanas. Ketidakmerataan penyebaran penduduk juga dapat
menimbulkan masalah. Sebagai contoh Kepadatan
penduduk yang mendororong etnis Madura melakukan migrasi ke Pulau Kalimantan.
Di mana masih membutuhkan kebutuhan akan Sumber Daya Manusia untuk mengolah
kekayaan alam dan membangun infrastruktur perekonomian. Pencapaian atas kerja
keras, hidup hemat bahkan penderitaan yang dirasakan etnis Madura terbayarkan
sudah ketika keberhasilan sudah ditangan. Dengan menguasai sektor-sektor
perdagangan sehingga orang-orang non Madura yang lebih awal bergerak di bidang
itu terpaksa terlempar keluar. (sumber: http://politik.kompasiana.com/2014/06/28/konflik-antar-etnis-penyebab-dan-solusi-664916.html)
Selain
dari faktor-faktor internal seperti yang telah disampaikan di atas maka diperlukan
juga factor internal yaitu faktor dari dalam diri masyarakat tersebut. Masyarakat yang tidak memiliki toleransi
kepada keberagaman membuat konflik semacam itu mudah terjadi. Pemerintah telah
berusaha membuat perundang-undangan yang mengatur tentang keberagaman tersebut.
Seperti dalam
penjelasan Pasal 32 UUD 1945, yang berbunyi “Kebudayaan bangsa (Indonesia)
adalah puncak-puncak kebudayaan di daerah”. Selain itu topik tentang keberagaman juga
tertuang dalam Pasal 18 B ayat 2 yang berbunyi “Negara mengakui dan menghormati
kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak tradisionalnya
sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang”. Ada juga Pasal
32 ayat 1 yang berbunyi “Negara memajukan kebudayaan nasional Indonesia di
tengah peradaban dunia dengan menjamin kebebasan masyarakat dalam memelihara
dan mengembangkan nilai-nilai budayanya”
Tetapi
perundang-undangan tersebut tidak semata-mata diindahkan, adanya niat dan sikap
toleransi yang saling menghargai juga harus dimunculkan. Kemudian motto Bhinneka Tunggal Ika harus
tetap dipegang teguh karena walau bagaimanapun kita berbeda –beda tetap satu
jua.
Berkonsep
dari jati diribangsa Indonesia sendiri yang merupakan salah satu negara besar
dengan sekitar 252.000.000 penduduk,
17.000 pulau, 34 provinsi, sehingga membuat pluralitas pada suku, agama,
ras, etnik, maupun bahasa. Seharusnya adanya pluralitas menjadikan bangsa
Indonesia kaya akan kebudayaan dan memiliki ciri khas dari tiap-tiap daerah di
dalamnya. Maka dari itu setiap
kebudayaan yang merupakan warisan leluhur harus selalu dilestarikan supaya dari
generasi ke generasi bisa tetap melihat warisan budaya dari leluhurnya.
0 komentar:
Posting Komentar