This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Minggu, 27 Agustus 2017

Catatan Beach Camp #2 Pantai Sanglen

Privat Beach

Setelah saya menceritakan tentang pengalaman pertama saya beach camp saya akan menceritakan pengalaman kedua saya. Sebelumnya adalah Pantai Seruni, kali ini adalah Pantai Sanglen. Sebelum kami melakukan perjalanan ke pantai ini, kami harus melakukan riset di ointernet. Jangan sampai kejadian sebelumnya kembali terulang (Pantai Seruni memiliki lancadan untuk helikopter ternyata itu Pantai Seruni di Sulawesi bukan di Gunung Kidul) hahaha….

Pantai Sanglen terletak di kawasan Gunung Kidul juga, sama seperti Pantai Seruni. Hanya yang membedakan adalah pantai ini terletak di sebelah Pantai Watu Kodok. Ketika kalian melewati gerbang menuju pantai dari arah Pantai Baron ke arah Pantai Indrayanti, akan melihat tulisan Pantai Watu Kodok di sisi kanan jalan. Setelah kalian mengikutinya, akan melewati gapura bertuliskan Pantai Watu Kodok. Jika ke Pantai Watu Kodok belok ke kiri maka ke Pantai Sanglen lurus. Jalannya juga tidak terlalu jauh dan ekstrem. Untuk tempat parkir sama seperti Seruni yakni di atas tebing. Waktu itu saya dan team membawa dua mobil. Cukup kok tempat parkirnya. Bahkan waktu saya mau pulang ternyata di tempat parkir ada empat mobil. Waktu itu pantai lumayan masih sepi, tapi fasilitasnya sudah cukup lengkap. Karakteristik pantai ini adalah area pasir yang luas dan ditumbuhi banyak pohon pantai yang berakar. Tidak seperti Seruni yang memiliki batuan besar dan bisa kita panjat, di Pantai Sanglen banyak kita jumpai tanaman yang berbatang kuat jadi bisa kita pakai untuk tempat hammock. Pantai Sanglen juga lebih rindang dan teduh. Saat kami sampai pada jam maghrib, pantai masih terlihat sepi. Hanya ada tenda kami dan dua tenda lain. Nenek dan Kakek yang menjaga juga sudah dangat sepuh. Semoga masih sehat sampai sekarang ya Kek, Nek…. Beliau juga sangat ramah sekali, bahasa yang digunakan juga Bahasa Jawa Krama. Jadi yang ga bisa bahasa Jawa suruh translate temennya yang bisa. Kami juga sempet berbagi makanan. Jika kalian kehabisan makanan juga tak perlu khawatir karena di warung nenek menyediakan mie dan nasi kok. Kalau mau bikin api unggun juga bisa. Tapi bilang ke kakek rada keras ya volumenya soalnya pendengaran kakek sudah tidak dapat mendengar suara dengan jelas. Kakek juga sangat ramah jika ombak mulai besar, kami diingatkan. Selain itu, kakek juga memberikan saran tempat yang bisa didirikan tenda. Malam semakin larut dan kami mulai menyiapkan api untuk membuat makan. Sangat disayangkan kami tidak dapat menikmati sore di Pantai Sanglen karena terlalu malam sampai di tempat tersebut. Selain mendirikan tenda, kami juga mendirikan hammock. Cuaca di sini juga sangat cerah jadi bisa melihat bintang dengan jelas, tapi harus turun dulu di dekat bibir pantai. Sekitar jam sepuluh malam biasanya pantai akan pasang dan ombak akan naik dengan tingginya. Namun tak perlu khawatir lagi karena kakek dapat menenangkannya kok. Waktu sudah menunjukkan pukul satu pagi, saya tiduran di hammock dan tak sadar saya sudah tidur di atas hammock. Udara malam itu sangat dingin, sekitar jam setengah 4 saya memutuskan tidur di tenda.

depan kamar mandi hahaa



main bola sendirian karna ga ada pengunjung lain

liat, sepi kan

 







muka bantal karna baru bangun tidur dan penampakan tenda kami




Pagi pun tiba, saya lihat pantai masih sepi, dan tidak terlihat kerumunan orang bermain air. Saya merasakan seperti pantai pribadi. Saya lihat kiri, kanan, depan, belakang tak nampak sebatang hidung pun selain saya. Ombak di pantai ini juga besar pada pagi hari. Namun kakek tetap memberi saran pada kami untuk berenang di ujung pantai. Karena di ujung pantai terdapat banyak karang pemecah ombak jadi tidak terlalu berbahaya meskipun kita juga harus tetap waspada. Dari ujung pantai kami dapat melihat tebing-tebing yang menjulang tinggi tapi sayang tidak dapat dipanjat. Beberapa jam setelah kami bermain air, kami berbilas. Fasilitas kamar mandi yang disediakan juga hampir sama seperti Pantai Seruni, tetapi tidak lebih banyak dari Pantai Seruni. Jadi harap Antri! Tidak sabar, saya memutuskan untuk mandi di bawah shower, eh... pancuran air yang berasal dari mata air. Memang itu yang disarankan anak kakek penjaga. Hahaha

kek di hutan pinus kan

bukit samping pantai

my super team
Setelah beberapa saat beristirahat kami mulai membereskan tenda. Oiya kalo camping di pantai ini bayar juga ya. Tapi saya lupa berapa bayarnya. Waktu saya kesini sih murah ya karena belum ada campur tangan pemerintah untuk membangun pantai. Semua murni dari kakek, nenek, dan anak-anaknya, dan warga kampung. Nanti di cerita beach camp selanjutnya saya akan saya kasih tau biaya terbarunya. Kami beristirahat sejenak di warung atas tebing sambil menikmati satu buah kelapa muda. Saya juga di kasih tahu oleh ibu penjaga warung bahwa di tebing ada taman yang masih di bangun. Karena penasaran saya tengok. Benar saja pemandangan indah saya lihat dari atas sini. Samudera luas dapat terlihat dengan jelas dan memang taman masih di bangun. Pantai ini juga recommended bagi kalian yang akan melakukan beach camp. Kapan? Segerakan!!!

Catatan Beach Camp #1 Pantai Seruni

First Time

Pantai Seruni terletak di kawasan Gunung Kidul, Yogyakarta. Jika mau menempuh pantai ini (dulu) sangat susah. Pantai ini satu deret dengan Pantai Sepanjang. Setelah  memasuki arah pantai sepanjang, kalian harus  berbelok ke kiri untuk sampai ke Pantai Seruni karena jika lurus akan ke pantai sepanjang. Medan jalannya cukup ekstrem. Naik dan turun, kontur tanahnya juga masih bebatuan dan lumpur. Belum ada lampu penerangan juga jika malam hari. Jika jalan batuan menanjak kita harus melakukan kuda-kuda agar kendaraan kita tidak mundur. Saat itu saya dan tim memakai sepeda motor. Tidak ada masalah waktu berangkatnya. Kami berangkat dari Solo pukul 11 siang dan perjalanan kita tempuh selama 3 jam (karena sempat nyasar). Kami lewat di jalur Weru, bukan di jalan Prambanan.  

Sesampainya di sana, motor kami diparkirkan di ara parkir di atas tebing. Dari sini pemandangan Pantai Seruni sudah nampak. Pada saat itu memang belum banyak pedagang jadi pantainya like virgin belum terjamah banyak orang. Hanya beberapa kamar mandi saja yang sudah selesai dibangun, sisanya masih dalam tahap pembangunan. Pantai Seruni masih sedikit pepohonan tetapi beberapa pepohonan terlihat rimbun dan belakangnya tertutup tebing yang sangat tinggi. Memang dari Pantai Seruni tidak nampak sunrise karena jika ingin melihat sunrise harus melihatnya dari atas tebing. Di samping tebing juga ada bekas air terjun purba. Namun, sunset yang sangat indah bisa dinikmati di Pantai Seruni.

Ini ketika saya meloncat dari salah satu batu besar di bibir pantai



ini kolam alami karna karang yang berlubang

golden sunset




Kami sesegera mungkin membangun tenda karena sekitar jam 4 sore matahari sudah tidak terlalu terik di Pantai Seruni. Setelah tenda dibangun, kami bermain air. Pada jam setengah 5 air pantai sudah surut dan ombak tidak terlalu besar. Pantai ini memiliki karang-karang yang berlubang besar dan kita bisa berenang di dalamnya. Jadi, terlihat seperti kolam renang alami. Ini salah satu spot favorit di Pantai Seruni. Selain itu, kita juga dapat melihat golden sunset di Pantai Seruni. Tak perlu jauh-jauh untuk naik ke tebing atau bukit untuk melihat golden sunset karena kita bisa langsung melihatnya di depan mata sembari bermain dengan ombak. Ini salah satu pantai yang tidak pernah bisa saya lupakan. Momen terbaik saya dapat melihat sunset di pantai. Kami sangat puas menghabiskan sore hari di pantai ini. Hingga tak sadar waktu sudah hampir malam. Kami pun berbilas di kamar mandi yang sudah disediakan. Air yang ada di kamar mandi tersebut merupakan air payau jadi bukan seutuhnya air tawar. Tapi tak menjadi masalah untuk kita mandi dan tidak ada efeknya kok.
Malam pun tiba, kami mulai membuat perapian untuk membuat nasi dan bebakaran. Tenang saja, kalian tak perlu khawatir kehabisan kayu karena bapaknya yang menunggu pantai menyediakan banyak kayu bakar. Bapak tersebut juga sangat ramah kepada pengunjung. Setiap kali ombak besar kami selalu diberi nasihat dan beliau juga dapat menenangkan ombak tersebut. Untuk seikat tali kayu bakar dijual sekitar sepuluh ribu. Jumlah kayu tersebut sangat banyak kok. Bayarnya akan diakumulasikan dengan biaya sewa tempat dan MCK ya. Berhubung kami sudah membawa jagung, sosis, dan bebakaran yang lain serta arang jadi kami lebih menghemat biaya. Cuaca malam hari juga sangat mendukung yaknoi cerah tanpa awan. Kita bisa melihat bintang dengan mata secara langsung. Terkadang kita juga melihat bintang yang jatuh. Jangan lupa meminta permohonan agar balikan dengan mantan. Eh…. Maksudnya mendapatkan pengganti mantan. Kami habiskan malam sambil bernyanyi dengan gitar. Coba deh kalian rasakan malam yang sama seperti saya rasakan. It’s the best moment in my life dan saya sangat rindu momen ini terjadi lagi di hidup saya. Pada malam hari banyak juga pengunjung yang akan camping di sini. Jadi jangan heran ketika banyak sorot lampu dari atas tebing dan mulai rame pada malam hari. Saya tidur jam 2 pagi karena saking nyamannya tempat tersebut untuk menghabiskan malam.

Kitapun bisa bebakaran di samping pantai

Esok paginya, saya sudah melihat banyak orang dan lebih banyak tenda. Mereka sudah banyak yang bermain air. Padahal ombak di pagi hari sangat besar. Saya mencoba mendaki tebing-tebing kecil. Dan mencari keberadaan air terjun purba. Saya hanya melihatnya dari jauh karena ombak sudah terlalu besar. Ya tapi namanya juga manusia pasti ngikutin yang lain. Akhirnya kami bermain ombak. Saking besarnya ombak, teman saya yang paling kurus (Anonimnya) sampai terseret ombak. Ini juga salah satu momen terbaik saya karena dari kejadian terseret ombak kita dapat saling menolong. Pantai ini memiliki kontur pasir pantai putih namun berkarang dan kadang pecahan karangnya membuat kita luka. Tapi dari luka itu kita dapat semacam tanda kenang-kenangan. Haahaha…….

pinggir pantai


Jadi, kesimpulan dari cerita saya adalah Pantai Seruni merupakan pantai yang  recommended untuk camping. Mungkin akses dan fasilitas di Pantai Seruni juga sudah bagus karena waktu daya ke sana (dulu) sedang dalam proses pembangunan. Ini juga 
menurut saya beach camp paling berkesan. Untuk temen-temen yang baru akan merencakan beach camp segera saja. Karena menurut saya camping di Gunung atau di pantai sama-sama berkesan tapi lebih simpel di pantai. Tunggu kelanjutan cerita saya di catatan beach camp yang lain.



Minggu, 20 Agustus 2017

Catatan Pendaki #3 Gunung Andong

Solo, Juli 2016, Pagi, kami berempat (Saya, Erwin, Ayas, dan Intan) memutuskan untuk melakukan pendakian ke Gunung Andong, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Ya meskipun gunung ini tingginya hanya 1726 MDPL tapi cukup memuaskan bagi saya. Alasan kami memilih gunung ini untuk di daki karena teman cewek kami yang satu ini berbadan kurus  (anonimnya) dan pertama kali baginya untuk mendaki. Sekitar pukul 3 sore kami berangkat menuju ke gunung ini. Dari solo kami menuju ke arah boyolali kemudian salatiga dan ambil ke arah magelang. Kami harus berjuang dahulu dengan melawan bus arah semarang. Ketika perjalanan kami juga melewati objek wisata Kopeng. Akses ke gunung ini juga cukup mudah. Sekitar 3 ,5 jam perjalanan kami sampai di pos pendakian ke gunung andong. Kami lihat di pos tidak ada pengunjung (Iyalah ngapain nungguin pos), tapi beberapa saat setelah kami istirahat barulah ada banyak pendaki yang akan mendaki Gunung Andong. Ada satu pasang yang dari Solo akan mendaki bersama kami setelah sebelumnya melakukan perbincangan. Setelah jam 7 malam kami pun mulai pendakian. Kenapa mendaki pada malam hari? Karena kami akan melihat lampu-lampu di bawah dan ingin melihat sunrise juga.

Pada awal perjalanan kami melewati kampung sekitar dan ladang penduduk, barulah setelah melewati gapura jalan akan menanjak. Saat pendakian mulai menanjak itu dapat kita jumpai banyak pohon pinus yang tumbuh di sekitarnya. Kontur tanah yang kita pijak untuk menuju ke pos satu masih terbilang aman. Kalian tak perlu khawatir jika hendak beristirahat, pasalnya pada setiap tikungan banyak tempat duduk kayu yang disediakan. Pos satu Gunung Andong ini ditandai dengan tempat peristirahatan yang cukup nyaman karena berupa gubuk-gubuk. Kami menyempatkan beristirahat di pos ini untuk menghela napas. Tak berapa lama kami akhirnya melanjutkan perjalanan ke pos dua. Jarak pos satu ke pos dua hanya 20 menit.

Sesampainya kami di pos dua kami dapat melihat jejeran pohon pinus yang berjejer rapi. Masih sama seperti di pos satu, pada pos dua ini juga terdapat tempat duduk seperti untuk kita dapat beristirahat sejenak. Tanpa berlama-lama kami pun segera melanjutkan pendakian kami ke Puncak Jiwa. Saya rasa perjalanan ke Puncak Jiwa ini sangat menakjubkan dengan trek yang memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Pada perjalanan tersebut kami bertemu satu keluarga yang akan turun ke basecamp setelah sampai di puncak. Saya cukup takjub dengan perjuangan anaknya karena baru berumur sepuluh tahun sudah sering mendaki gunung. Dalam perjalanan ini juga kita akan melewati tepian punggung gunung dengan jalan setapak dan di samping kirinya adalah jurang. Namun ada yang terlihat memukau yakni kita dapat melihat pemandangan pemukiman penduduk di situ secara langsung dari ketinggian. Kita juga dapat menemukan sumber mata air yang sangat menyegarkan. Tidak lupa saya sempatkan untuk mengisi botol kemasan air minum kami yang telah habis tadi. Setelah beberapa saat kami mendaki terlihatlah sebuah bangunan seperti joglo namun itu adalah makam. Mungkin itu makam bisa menjadi makan tertinggi. Namun kalian tak perlu khawatir karena kalian tak perlu melewati makam itu. Jalurnya adalah ke kiri untuk ke makam dan ke kanan untuk ke puncak andong. Kita akan melihat sebuah warung dari jalur pendakian. Tak usah heran, karena di atas puncak jiwa ini memang ada warung. Jadi, kalau kalian tidak bawa perbekalan yang cukup kalian bisa jajan di warung tersebut. Setelah sampai di Puncak Jiwa kami mencari tempat yang strategis untuk mendirikan tenda tapi karena tempat tersebut kurang asyik yaaaa kami memutuskan untuk naik lagi di Puncak Andong. Jarak dari Puncak Jiwa ke Puncak Andong hanya  menit saja kok. Udara dingin sudah sangat terasa di Puncak Andong. Ternyata sudah banyak pendaki yang mendirikan tenda di atas Puncak Andong ini. Kami pun mencari tempat strategis dan segera mendirikan tenda. Tetangga tenda kami bahkan ada yang sedang membakan dua ekor ayam. Pemandangan dari Puncak Andong tersebut sangat indah, kami bisa melihat kota Salatiga dan Magelang secara langsung dari ketinggian. Beruntungnya kami, cuaca saat itu sedang cerah. Kami akhirnya memutuskan untuk menghabiskan malam dengan berbincang-bincang dengan tetangga tenda.

Keesokan paginya, sebelum sang surya menampakkan dirinya, kami antusia untuk melihat sunrise yang katanya terlihat indah dari atas Gunung Andong.  Kami, para pendaki, menunggu detik-detik datangnya sang surya. Kami dapat melihat dari depan kami terlihat Gunung Merbabu dan terlihat mengintip Gunung Merapi. Terlihat juga Gunung Lawu di arah timur dan dari situlah sang surya muncul. Di belakang kami dapat melihat Gunung Ungaran, serta Sindoro dan Sumbing. Sambil menyaksikan sunrise kami membuat makanan dan kopi. Such a pleasure for me… Setelah sang surya sudah berada di atas kami pun segera berkemas untuk kembali ke kampung halaman. Karena semakin lama di atas puncak udaranya semakin panas. Tak perlu waktu yang lama untuk sampai di basecamp. Tidak sampai satu jam.

di belakangnya itu adalah Puncak Jiwa (yang ada bangunannya) dan Gunung Sindoro-Sumbing

ga afdol kalo ga foto di penanda Puncak Gunung Andong

pemandangan dari belakang tenda
penampakan tenda kami

my team my family

Gunung Sindoro Sumbing Terlihat di Sini

Ggunung Lawu


Sekian cerita dari saya tentang pendakian di Gunung Andong. Bagi para pendaki pemula bisa mencoba mendaki di gunung ini. Medan yang ditempuh dan kontur tanah juga tidak terlalu susah untuk didaki para pemula. 

Rabu, 02 Agustus 2017

Catatan Pendaki #2 Gunung Batu

Mulai Ketagihan

Jakarta, Februari 2016, sore hari setelah kedatanganku dari malaysia untuk sebuah misi kemanusiaan, saya berkabar dengan teman saya yang berasal dari Solo yang saat itu sedang menyelesaikan studinya di salah satu kampus swasta terbaik di Jakarta. Saya memberitahunya bahwa saya sudah berada di Indonesia, tepatnya di rumah saudara saya di daerah Jagakarsa. Teman saya, sebut saja Bayu sangat antusias dengan kedatangan saya, ya khususnya karna saya menjanjikan akan memberikannya oleh-oleh dan beberapa uang ringgir (ini bener kan bro?). Kami melakukan perjanjian melalui pesan singkat untuk nongkrong bersama. Saat itu pula teman saya memang sudah merencanakan untuk melakukan pendakian dengan teman-teman kampusnya. Akhirnya dia memutuskan untuk mengajak saya melakukan pendakian pada esok harinya. Di saat saya merasakan jetlag, keesokan harinya saya harus mendaki (bisa bayangkan?!). Awalnya saya memang menolak karena kondisi bandan yang kurang memungkinkan, tapi karena saya penasaran (kapan lagi bisa mendaki di daerah ini) akhirnya saya memutuskan untuk ikut dengan teman saya untuk mendaki gunung.


Kesokan harinya, sekitar pukul delapan, saya berangkat dari stasiun Universitas Pancasila ke Universitas Indonesia untuk bertemu dengan kawan saya. Setelah sampai di stasiun UI saya diajak ke kontrakan Bayu dan bertemu dengan teman-temannya. Ada 2 orang lelaki, sebut saja Fauzi dan Aldo, serta 1 wanita yang cukup friendly, sebut saja Safiah. Kami berlima akan berangkat ke Gunung Batu, daerah Joggol, Kabupaten Bogor. Tingginya sih hanya 875 MDPL. Aksesnya bisa dilihat di https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Batu_Jonggol Kami menyiapkan perbekalan seadanya, dan ternyata saya lupa ternyata saya menggunakan sepatu cats dan celana jeans. Namun kata mereka itu tidak terlalu menjadi masalah karena gunungnya tidak terlalu tinggi. Tepat pukul sembilan kami meluncur dari Depok ke Jonggol dengan perjalanan tempuh sekitar tiga jam. Saat perjalanan badan saya memang tidak terasa fit karena terlalu lelah tapi semangat saya berkobar sehingga menghilangkan rasa lelah yang saya derita. Jalan yang kami lalui seperti jalan biasanya hingga sampai ke pedesaan yang jalannya berkelok dan naik turun tapi tidak terlau ekstrim seperti jalan menuju ke Gunung Merbabu (lihat cerita saya di http://catatanyotam.blogspot.co.id/2017/07/catatan-pendaki-1-gunung-merbabu.html ). Dari kejauhan nampak berjajar perbukitan dengan tanda panah arah Gunung Batu 1, 2, 3, tapi saya kurang tau ada berapa Gunung Batu di sini yang saya tahu saya hanya menuju ke Gunung Batu 1. Akses untuk menuju Gunung Batu 1 tidak terlalu susah hingga sampai di parkiran. Kami harus berjalan sekitar 1 kilometer untuk menuju ke gerbang pendakian dari parkiran. Jalannya saat itu dipenuhi bebatuan dan tidak rata, ada pabrik pengerukan tanah juga di sebelah kiri jalan dan kolam pemancingan di sebelah kanan jalan. Struktur tanahnya juga naik turun. Sesampai di gerbang pendakian ternyata kami kaget, banyak sepeda motor yang ada di situ. Tak disangka ternyata parkir terlalu jauh dari pintu gerbang padahal ada tempat parkir di depan pintu gerbang (maklum baru pertama). Kami diminta membayar retribusi kebersihan dan karcis masuk dengan total Rp 7.000,- (Murah? Banget!)Awal masuk gerbang kami langsung disuguhkan dengan jalan menanjak dan struktur pasir seperti tanah liat yang lumayan keras tapi halus dan banyak pepohonan yang dapat menjadi penopang kita ketika mendaki. Lumayan jauh tanjakannya, dan sesekali ada tanah datar juga sebagai tempat peristirahatan. Jarak ke pos satu sangat dekat kurang lebih 25 menit dengan ditandai pohon besar dan tempat duduk dari kayu. Pada pos satu ini kita sudah bisa melihat pemandangan sekitar yang lumayan luas dengan titik kemiringan 45 derajat. Kami (terpaksa) break karena si cewek butuh asupan udara dan minuman. Setelah beberapa saat kami beristirahat, kami lanjutkan perjalanan kami dari sini sudah mulai terasa titik penanjakan yang lumayan berbatu dan Safiah merasa tidak kuat tapi kami sebisa mungkin memberikan motivasi untuknya hingga sampai di pos 2. Tapi tanjakan menuju pos 2 tidak seekstrim di Gunung Merbabu, hanya tanjakan ini sangat berbatu (Iyalah namanya juga Gunung Batu) jadi pintar-pintarnya kita memilih pijakan. Setelah sampai di pos 2. Kami bertemu dengan banyak orang, khususnya eneng-eneng geulis pisan yang ternyata mereka mendaki dengan wedges (Oh My Ghost….) dengan make up yang lumayan menggoda, mungkin mereka foto model (entahlah hanya mereka dan pacarnya yang tau). Untuk sampai ke puncak kami harus mendaki dengan tali yang telah terikat di sekitaran tebing. Talinya memang cukup kuat karena dari tambang dan tertutup kain tebal. Sampai di puncak tak diperlukan waktu yang lama, sudah ada beberapa tenda yang didirikan di situ. Tapi yang membuat saya kurang excited adalah jalannya yang sangat kecil dengan pemandangan kiri kanan adalah jurang. Saat kami di puncak juga cuaca kurang mendukung karena mendung dan berkabut tebal. Tak kalah herannya adalah banyaknya serangga yang beterbangan dan sesekali menabrak bagian tubuh kami. Saat di puncak juga kami melihat banyak orang yang berpakaian tak selayaknya sebagai pendaki, mereka malah lebih tampak seperti ke mall (Seperti cewek-cewek geulis yang kami temui tadi. Di puncak juga terdapat dua spot foto yang menandakan pendaki telah sampai ke puncak. Terdapat juga memorial yang memandakan bahwa ada seornag pendaki yang tewas terjatuh di atas gunung dan dapat menjadi peringatan bagi kita para pendaki untuk tetap waspada ketika mendaki gunung. Tidak berapa lama setelah kami mengabadikan foto terjadilah hujan yang menyuruh bahwa kami harus sebera turun dari puncak. Hujannya lumayan lebat untungnya kami sudah menyiapkan perlengkapan ketika terjadi hujan. Tak butuh waktu lama untuk sampai di bawah lagi, kurang dari 20 menit kami sudah di bawah. Hujan pun reda, di saat perjalanan ke parkiran kami putuskan untuk istirahat sejenak di dekat kolam ikan dan membuat mie rebus. Ini ciri khas pendaki, kebersamaan. Setelah selesai kami pun bergegas pulang kembali ke Depok.

Kesan saya mendaki gunung ini adalah ketika melihat memorial yang berada di puncak yang mengingatkan pada kita bahwa kita tidak boleh terlalu lebay dalam mengabadikan gambar yang perlu diperhatikan juga faktor keselamatan.

Saya akan menulis kembali cerita saya ketika mendaki Gunung ketiga, tunggu ya….

Oiya lupa, ini foto-foto saya ketika menginjakkan kaki di Gunung Batu







Senin, 24 Juli 2017

Catatan Pendaki #1 Gunung Merbabu

Catatan Pendaki (Pemula)

Hari itu, November 2014. Setelah makan di salah satu burjo di belakang kampus, salah satu teman kami nyeplos untuk melakukan pendakian. Dari celotehan tersebut malah terjadi yang sebenarnya. Kami berencana untuk mendaki ke salah satu gunung di sekitar Solo. Kami tentukan pilihan untuk mendaki Gunung Lawu atau Merbabu. Berdasarkan pengalaman teman saya, yang beberapa kali naik ke gunung tersebut mengatakan untuk pemula naik ke Gunung Merbabu saya. Setelah kami putuskan untuk mendaki ke Gunung Merbabu pada weekend minggu itu. Untuk lebih menghebohkan suasana saat itu kami mengajak teman yang lain. Terkumpullah enam orang termasuk saya. Namun saya ternyata salah seorang teman wanita saya mau ikut untuk mendaki Gunung Merbabu. Tanpa pikir panjang kita menyusun rencana apa saja dan waktu yang perlu dipersiapkan untuk mendaki. Karena ini adalah pertama kali bagi saya, sedikit cemas tapi banyak antusiasnya. Salah satu teman kami menyewakan alat-alat perlengkapan pendakian (maksudnya kami iuran terus dia yang booking).

Jumat pagi, saya masih bingung perlengkapan apa yang perlu dibawa ketika mendaki. Saya merupakan pemula jadi perlengkapan pertama yang penting adalah bekal. Langsung saya meluncur ke salah satu took klontong di dekat rumah untuk membeli roti. 5 buah roti ukuran jumbo sudah saya beli. Saya langsung menata baju di tas (catatan: baju yang saya bawa beda-beda untuk pagi dan malem ya, karena saya tidak tahu role baju pendaki seperti apa, tapi jaket tetap yang utama). Jumat siang setelah jumatan, saya meluncur ke kos teman saya yang menjadi titik kumpul kami. Saya baru terpikir kalau jumlah team kami ganjil tapi saya diam saja. Semoga tidak berdampak apa-apa bagi kami. Ternyata setelah perbendaharaan bekal kita dikumpulkan saya merasa hina karena saya salah bekal. Harusnya yang penting bagi pendaki adalah sembako dan air minum yang banyak. Ya sudah kami iuran lagi untuk membeli mie dan nasi serta beberapa cemilan untuk perjalanan. Jumat sore, sekitar pukul tiga. kami persiapan utnuk berangkat ke Gunung Merbabu via Selo. Team saya lima laki dan dua wanita. Jalan yang kami lewati di arah selo ternyata sangat rusak, berlubang, dan berbatu (sekarang saya kurang tau apakah masih sama atau sudah bagus. Semoga sudah diperbaiki jalanannya). Musuh kami juga adalah truk-truk pengangkut pasir juga. Jadi ketika kena angin, pasirnya akan terbang dan mengenai kita yang berada di belakangnya. Sekitar maghrib kita sampai basecamp Gunung Merbabu. Keadaannya lumayan sepi, ada team kami dan satu team lain namun berbeda ruangan. Sinyal? Saya memakai smartfren jadi harus keluar basecamp dahulu untuk mendapatkan  sinyal. Saat malam di basecamp sudah terasa hawa dingin dan pemandangan seperti bukit bintang di Jogja sudah terlihat. Basecamp dengan warung yang tersedia makanan dan minuman yang cukup bagi kita jadi tak perlu khawatir tentang bekal kita. Mie instan sangat cocok saat di basecamp. haha….Tak berapa lama banyak para pendaki yang juga akan mendaki bebarengan dengan tim kami. Kami berencana akan mulai mendaki setelah subuh.

Sabtu, 3 pagi. Perut saya begah (first problem). Tau kan rasanya perut begah? Padahal sebelum saya akan mendaki ini saya sudah mengimbanginya dengan jogging tiap hari (tapi makan tetap banyak karena dulu jaman saya masih dibilang overweight). Saya coba bolak-balik ke toilet tapi tetap isinya masih gas. Karena mungkin saya terlalu banyak mengambil angin. Saya hiraukan saja perut saya ini. Setelah team kami terkumpul kami briefing sejenak dan berdoa sebelum mulai mendaki. Setelah semua dirasa siap kami mulai mendaki perlahan. Bagian depan dan belakang harus membawa senter. Para wanita diposisikan di tengah. 15 menit setelah naik kaki saya mulai merasakan keanehan seperti bergetar namun tidak terkontrol. Kata teman ini kaki saya masih tegang dan shock dan perut saya mulai bermasalah lagi. Teman wanita yang di depan saya juga merasakan hal yang sama. Begitupun teman saya yang di belakang. Beberapa saat kemudian teman saya muntah, saya pun juga muntah. Ini shock karena pertama kali bagi kami untuk mendaki. akhirnya kami rehat sebentar. Tidak tahu kenapa salah satu teman wanita kami pingsan (problem kedua). Kami semua kaget dan coba menyadarkan dia untuk bangun. Akhirnya kami semua saling memotivasi dan melanjutkan kembali pendakian. Sinar matahari mulai menampakkan wujudnya. Teman wanita yang pingsan tadi (sebut saja Nana) meminta rehat kembali. Akhirnya kami rehat dan berbincang-bincang tapi tidak disangka, Nana berteriak kencang sambil menunjuk kearah salah satu pohon.

“eh….lihat itu apa?"

Teman saya yang mengetahui rute (sebut saja Edward) langsung menarik Nana dan suruh diam. Sekelebatan saya juga melihat sesosok seperti Beast (dalam beauty and the beast) memiliki tanduk dan berbadan besar. Tapi saya diam karena sudah tau aturan main ketika naik gunung tidak boleh mengatakan apa yang terlihat aneh di gunung. Akhirnya kami berdoa sesuai keyakinan kami dan kembali melanjutkan perjalanan. Beberapa lama kemudian kami sampai di pos satu. kami istirahat dan perbanyak minum. Kami melanjutkan perjalanan kembali ke pos dua yang sangat lama karena sebelum sampai ke pos dua kita akan melewati pos bayangan. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke pos tiga yang tidak terlalu jauh. Perjalanan ke pos tiga ini jalnnya lumayan berbatu namun kita bisa memetik blueberry dan blackberry atau berrby yang lain yang bisa kita gunakan untuk membasahi tenggorokan kita saat melakukan pendakian. Pos ini dinamakan Pos Watu Tulis. Pos 3 ini memiliki pemandangan yang sangat indah karena dapat melihat merapi secara langsung jika tidak berkabut. Saat saya sampai ke sana sangat berkabut. namun tidak udah kecewa karena ada banyak pohon-pohon edelweiss di sini. Kami lumayan lama berhenti di pos ini karena tanahnya yang sangat lapan dengan banyak yang camping di sini. Selanjutnya menuju ke pos 4. Di sini saya merasa sangat tertantang dengan trek yang sangat terjal karena kami harus mendaki pada tanah yang licin dan dapat membuat kami tergelincir. Sesekali saya juga tergelincir. Kami juga harus sedikit membungkukkan punggung kami agar beban kami pada tas tidak terdorong ke belakang. Tingkat kemiringan trek ini juga lumayan. Namun ada bantuan pegangan tali untuk mendaki sampai ke pos 4. Kaki saya keram (problem ketiga) karena saya paling belakang teman saya harus membantu saya untuk menghilangkan kram pada kaki saya. Dengan dibantu Edward saya tertatih untuk naik ke pos 4. tapi siapa sangka sebelum kami samai ke pos 4, tiba-tiba hujan datang. Kami terpaksa membangun satu tenda agar cepat untuk berlindung dari hujan. Dome untuk ber4 kami gunakan bertujuh. Namun setelah tak lama kemudian hujan pun reda. Kami masih beristirahat pasca kejadian tersebut. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke pos 4. saat berada di Pos 4 (dinamakan Sabana 1) cuaca sangat berkabut dan mendung. Kami pun memutuskan untuk mendirikan tenda di situ untuk bermalam karena hari juga sudah hapir petang. Saya liat keadaan sekitar banyak tenda-tenda yang sudah berdiri tapi saya tidak melihat keseluruhan pemandangan sekitar karena cuaca sangat berkabut. Setelah kami mendirikan tenda, tak lama kemudian hujan lebat datang, saat itu jam 4. Untungnya kami sudah membangun dua tenda. Satu tenda kami, yang untuk berempat bocor (problem keempat). kami pun segera bergegas membereskan tenda kami dan menggunakan tenda bocor untuk menutup tenda yang lebih besar agar tidak ikut bocor dan lebih menghangatkan. Sambil menghangatkan suasana kami memasak mie instan dan nasi derta kopi. Satu panci mie untuk bertujuh dan makannnya diputarkan dari satu orang ke orang yang lain. Hal tersebut terasa sangat kekeluargaan. mungkin ini salah satu alasan kenapa kita harus mendaki. Hujan semakin deras hingga malam hari. Kami pun tidak bisa apa-apa selain tidur hingga hujan reda. Pukul 10 malam hujan sudah berhenti. Saya pun penasaran melihat suasana di luar. Luar biasa takjub ketika saya melihat lampu-lampu seperti bintang yang berada di Gunung Merapi. Saya bisa tidak bisa melihat Gunung Merapi secara ujung karena sudah sangat gelap, tapi lampu-lampu yang ada di gunung tersebut seolah menggariskan struktur Gunung Merapi. Karena sangat dingin saya kembali ke tenda dan tidur.

Minggu subuh, saya harus bangun dan menyaksikan sunrise yang muncul. Saat itu awan masih lumayan tebal dan agak mendung. Tapi saya bisa melihat merapi secara langsung dan terasa sangat dekat. Setelah beberapa saat kami menunggu, muncullah sang pusat cahaya terang tersebut di sebelah timur. Salah satu moment yang tidak pernah bisa saya lupakan hal ini. Semua yang berada di tenda juga langsung mendekati tempat yang cocok untuk melihat sunrise. Meskipun udara sangat dingin tapi semua antusias untuk melihat sunrise. Saat sang terang muncul di ufuk timur, terlihat pula Gunung Lawu yang berdiri kokoh. Tak lewatkan kami mengambil moment yang jarang kami nikmati ini. 



Setelah itu kami membuat kopi dan sarapan roti untuk mengisi tenaga kita, karena jadwal kita hari ini adalah hiking. Sayangnya salah satu dari kami harus menunggu tenda karena jika kami hiking hanya membawa peralatan seadanya dan tidak terlalu berat. Setelah berunding, Andi (sebut saja begitu) yang harus menjaga tenda. Akhirnya kami berenam melanjutkan perjalanan ke puncang Gunung Merbabu. Terlihat sebuah bukit yang cukup tinggi di belakang tenda kami, bukit itu. Saya kira itu adalah puncaknya, ternyata bukan. Kami mulai melanjutkan perjalanan ke puncak dengan diawali perjalanan yang tidak terlalu terjal dengan kanan kiri jurang dan rerumputan yang tinggi serta semilir angin gunung yang sejuk. Setelah beberapa saat kami sampai di Sabana 2. Tempat ini sangat luas dengan padang rumput yang sangat indah, jika dijadikan tempat prewedd sangat cocok juga nih…. Kami bertemu salah satu komunitas pendaki yang memberi tawaran spaghetti pada kami dan tanpa menolak kami pun ikut makan bersama mereka. Inilah salah satu kehebatan para pendak yakni kita bisa saling berbagi dan khususnya menjalin relasi dengan orang baru. Setelah selesai makan kami pun melanjutkan perjalanan ke puncak karena sang matahari sudah mulai menaiki tahtanya. Kami melewati tengah diantara dua bukit dan kami bisa melihat tenda yang kami pasang dari kejauhan. Dan….. inilah saatnya pertarungan dimulai, tanjakan yang terus menanjak dengan tekstur batu dan tanah kering akan kami lalui. Satu kuncinya adalah MOTIVASI. Dengan perlahan kami terus naik hingga akhirnya sampai di Puncak Trianggulasi. Yassssss…..We did it! Baberapa orang juga sampai di puncak ini. Tapi sayangnya ketika kami sampai di puncak ini kabut tebal berada di sekeliling kami, ada beberapa pepohonan yang ada di situ, dengan ditandai monumen batu dan bendera Indonesia di atasnya.  Tak lupa juga papan nama tempat tersebut dan tempaelan setiker-stiker komunitas pencinta alam yang telah sampai di Puncak Trianggulasi. Sebenarnya kami akan melanjutkan perjalanan ke Puncak Kenteng Songo tapi karena cuaca tidak memungkinkan akhirnya kami pun balik ke tenda. Perjalanan ketika hiking sekitar dua jam tapi ketika kami turu dari puncak ke tenda hanya sekitar setengah jam. Setelah sampai ke tenda kami pun makan siang dan bersiap untuk pulang. Karena cuaca sedikit berkabut dan rintik hujan juga menyapa kami sesegera mungkin merapikan tenda dan perlengkapan kami. Perjalanan pulang juga kami tempuh sangat cepat yakni hanya sekitar satu setengah jam karena jalannnya hanya menurun dan kami lari. Hahaha…. Bagi kami medan turun yang lumayan sulit adalah  medan sebelum pos 3 karena jalan yang terlalu turun menukik dan tanahnya yang berlumpur. Tak heran saya sering trpeleset dan berseluncur ketika itu. Sampai di pos kami makan lagi, soto hahaha makan  terus perasaan serta mandi dan berkemas pulang.

ini di sabana 2 ya

ini bukit belakang tenda

masih bukit belakang tenda

finally, Puncak Trianggulasi


Oiya…..mengingatkan bahwa ini adalah pendakian pertama saya sebagai pendaki pemula, saya juga akan bercerita tentang pendakian saya selanjutnya. Percayalah ketika kalian mendaki musuh terbesar adalah dirimu sendiri dan reward yang akan kamu dapatkan adalah ketagihan! Iyaaa… ketagihan unutk mendaki gunung-gunung yang lain. So, tunggu kembali cerita saya tentang mendaki gunung yang lain ya. ๐Ÿ™‹๐Ÿ™Œ๐Ÿ˜Ž

Senin, 13 Maret 2017

KADER ANTI ASAP ROKOK 2015 KOTA SURAKARTA

Tahun 2015, saya pernah mengikuti ajang perlombaan Kader Anti Asap Rokok tingkat Surakarta. Awalnya saya tidak pernah tau tentang perlombaan ini. Bagaimana sistem perlombaannya, materinya, ataupun tugasnya. Saya tidak pernah mendaftarkan diri dalam mengikuti perlombaan ini. Ternyata sebelumnya ibu saya telah diberitahu oleh salah satu pegawai dari kelurahan di kota Surakarta. Saya tidak tahu kriteria pemilihan atau kualifikasi pesertanya seperti apa. Namun yang pastinya tidak boleh merokok. Hahaha itu pasti lah. 

Saya tunggu kabar selanjutnya, maksudnya kabar dari surat dinas yang diterbitkan kelurahan yang mengutus saya untuk mengikuti perlombaan ini. Setelah suratnya sampai pada saya dan saya baca, ternyata perlombaan akan diadakan 2 hari mendatang๐Ÿ˜ฑ. Saya tidak pernah membayangkan sebelumnya, dengan waktu yang sesingkat itu saya harus mengikuti perlombaan tingkat kota. Berkas lampiran yang ada pada surat dinas tersebut adalah materi-materi seputar rokok. Dengan sangat fokus saya belajar 2 hari untuk benar-benar mempersiapkan matang-matang perlombaan ini. Berbekal materi dan teman yang saya yang memiliki IP 4. Padahal anaknya kecil, tapi IP nya tinggi. Out of context. Oke Skip๐Ÿ˜….......

Saya harus menghafalkan dari sekian banyak materi. Beberapa materi yang saya ingat adalah zat apa yang terkandung dalam rokok, pasal berasap rokok bisa beredar, cara mengatasi perokok yang ingin berhenti merokok, kawasan merokok dan kawasan tidak boleh merokok, dampak menggunakan rokok bagi kesehatan, peran kita untuk memberantas asap rokok, dan lain sebagainya. Sebagai tambahan referensi saya juga mencari informasi terkait hal ini kepada Mbah Google. 

Hari H pun tiba, saya segera menuju ke Aula Balai Tawangpraja kawasan Balaikota Surakarta. Ternyata setelah semua peserta berada di ruangan. saya tidak dapat menghitung satu persatu. Ini berada di luar ekspektasi saya. Setelah dijelaskan oleh pemandu acara, ternyata ada sejumlah 51 peserta yang mewakili dari tiap-tiap kelurahan yang ada di Surakarta. Memang awalnya saya pesimis karena waktu persiapan saya hanya 2 hari untuk menghadapi 50 peserta lainnya. Namun karena ini amanah yang telah diberikan oleh kelurahan kepada saya maka saya harus berusaha melakukan yang terbaik. 

Tes yang diadakan pada perlombaan ini terdiri dari 3 tes. Tes pertama adalah pilihan pilihan ganda berisi 20 soal. Soalnya ditampilkan pada layar LCD satu persatu sehingga para peserta harus menjawab dalam waktu 10 detik. Setelah itu satu soal akan diberitahukan jawabannya. dan jawaban tersebut langsung dikoreksi oleh panitia yang berada di samping peserta. 20 soal dilakukan dengan sistem seperti itu. Pada soal tersebut ada beberapa atau mungkin malah banyak yang tidak ada pada materi yang saya pelajari. Saya rasa ini yang membuat rasa pesimis saya muncul kembali. Namun soal yang ditampilkan dapat saya jawab dengan bermain logika saja. Setelah hasil keluar saya, ternyata saya berada di posisi paling atas. OMG, Thanks Lord. Berasa tidak mungkin, karena dengan waktu belajar hanya 2 hari bisa mendapatkan skor tertinggi pada test pertama. Dari 51 peserta hanya diambil 5 peserta yang lanjut ke tahap selanjutnya. 

Tes kedua, tes ini adalah tes menulis esay dengan topik sesuai yang kita dapat pada undian. Saya mengambil salah satu undian dan mendapatkan topik tentang perlombaan ini yakni kader anti asap rokok. Selanjutnya, para peserta disuruh menulis esay dengan waktu 15 menit dalam 2 lembar HVS bolak-balik. Penilaiannya akan melihat juga seberapa banyak kata-kata yang kita tulis dengan kecocokan topik yang didapat. Saya sudah berpikir akan menulis dengan huruf yang besar-besar tapi mungkin panitianya dapat membaca pikiran saya. Mereka mengatakan untuk menulis dengan huruf yang sedang saja. Karena saya sudah membaca banyak materi tentang ajang ini maka ini buka lagi halangan saya untuk menyampaikan apa yang menjadi topik yang saya terima. Beberapa ide saya juga saya masukkan untuk menunjang materi yang telah saya baca. Setelah selesai pada waktu 15 menit para peserta disuruh menghafal esay yang mereka tulis dan melanjutkan ke tahap selanjutnya.

Tes ketiga, tes ini adalah presentasi. Presentasi yang dilakukan adalah presentasi dari apa yang telah ditulis di dalam esay tadi tanpa membaca esay yang telah di tulis karena lembar esay telah diambil panitia. Karena saya mendapatkan skor tertinggi pada tes pertama maka dari itu saya harus maju pertama untuk mempresentasikan esay yang telah saya buat. Menjadi peserta pertama yang maju untuk presentasi membuat saya sedikit grogi. Saya tidak memperkenalkan diri tapi langsung mengucapkan terima kasih karena kesempatan yang telah diberikan dan kemudian melanjutkan memaparkan esay saya. Lumayan lancar ketika saya melakukan presentasi, karena para juri, panitia dan tamu memperhatikan saat saya sedang presentasi. Setelah selesai saya mendapatkan evaluasi langsung dari juri. Ternyata benar, saya harus memperkenalkan diri terlebih dahulu ketika akan melakukan presentasi. Hal itu langsung di terapkan oleh peserta lain๐Ÿ˜’. Ya sudah mungkin saya sebagai kelinci percobaan.

Setelah selesai, para peserta dipersilakan untuk hasilnya menunggu beberapa menit. Kami diperlihatkan skornya pada LCD. Dan saya harap-harap cemas ......... ๐Ÿ™†๐Ÿ™‡๐Ÿ˜ฐ๐Ÿ‘€

Saya mendapatkan juara ketiga, Puji Tuhan, tetap bersyukur, karena belajar hanya 2 hari dan mendapatkan juara ketiga adalah usaha yang luar biasa๐Ÿ™Œ. Pada saat itu, piala tidak langsung diberikan kepada pemenang tapi akan diberikan pada saat ceremony yang akan diadakan pada Hari Kesehatan Nasional Nanti. Para peserta hanya dipersilakan untuk berfoto dengan pialanya saja. 

Setelah menunggu 2 hingga 3 minggu, para pemenang diundang di balaikota Surakarta untuk melakukan ceremony pemberian hadiah dan mengikuti upacara memperingati hari apa ya saya lupa heheee.....

Hadiah yang diberikan untuk juara 1 adalah uang tunai 1500000 + piala + sertifikat, juara kedua uang tunai 1250000 + piala + sertifikat, juara ketiga uang tunai 1000000 + piala + sertifikat. Sementara itu untuk juar harapan 1 dan 2 mendapatkan masing-masing 500000 dan sertifikat. Berikut gambaran hadiah saya:

 

 

Sekian cerita dari saya tentang kader anti asap rokok tahun 2015 tingkat kota Surakarta. Semoga bermanfaat. God bless you ๐Ÿ™‹




 




Minggu, 05 Maret 2017

Sendratari Ramayana : Anoman, Sosok yang Menjadi Sorotan

A
noman, merupakan tokoh utama dalam Sendratari Ramayana kali ini karena tema dari acara tersebut adalah Anoman Obong. Tokoh Anoman diperankan oleh Muhammad Dinar, 17, yang merupakan murid dari sanggar tari Kridobudoyo. Dinar yang masih bersekolah di SMK 8 Surakarta jurusan seni tari menyatakan bahwa ia berlatih sebagai tokoh Anoman untuk acara ini selama 4 hari. Karena postur tubuhnya yang tidak terlalu besar ia dipilh sebagai tokoh Anoman yang memiliki karakter lincah. Sejak TK ia telah mengikuti sanggar untuk berlatih tari jadi tidak ada kesulitan untuk memerankan tokoh Anoman tetapi masih  membutuhkan referensi untuk menjadi tokoh Anoman. Oleh karena itu ia juga melihat referensi dari guru-gurunya yang pernah memerankan tokoh Anoman serta melihat di internet.

“Yang beda dengan tema-tema sebelumnya ya nanti ada semburan-semburan api sama bakar-bakaran”, ulas Dinar. Seluruh penonton memang terpukau dengan sosok Anoman karena tariannya yang lincah dengan deselingi tarian modern breakdance apalagi dengan penutupan pertunjukkan ini. Karena bertemakan Anoman Obong, tidak heran semburan api dan bambu yang dibakar dengan api diakhir pertunjukkan menjadi ciri khas dalam tema tersebut.
Menurut salah satu penonton, Simo, 46, asal solo merasa terpukau dengan acara ini. “Saya dan keluarga memang selalu menonton acara ini karena bagus dan menarik apalagi ada yang nyembur api tadi”, tambahnya. Sanggar tari Kridobudoyo yang diketuai oleh Wahyudi, selain tokoh Anoman yang merupakan tokoh utama, juga ditampilkan tokoh Rama, Shinta tari kupu, tari merak, tari kidang, tari dewi-dewi. Sementara itu pada paemain gamelan dimainkan oleh anak-anak Institusi Seni Indonesia Surakarta. Acara yang selalu diadakan tiap malam bulan purnama tersebut memang membuat penontonnya takjub disetiap temanya. Selain sebagai pelestari budaya acara tersebut sebagai edukasi untuk memperkenalkan cerita-cerita ramayana yang dikemas dalam sendratari kepada khalayak umum.  Alangkah baiknya jika bukan hanya para pemain yang terlibat untuk tetap menjaga budaya tersebut tetapi juga masyarakat umum yang turun langsung untuk menjaganya.

Sosok anoman yang merupakan tokoh utama.

Sendratari Ramayana bertemakan Anoman Obong diselenggarakan pada tanggal 7 November 2014 pada pukul 19.30 WIB. Acara tersebut diselenggarakan di Open Stage Taman Balaikambang. Acara tersebut berlangsung dengan meriah yang disaksikan oleh warga solo dan luar solo bahkan luar negeri.