This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Senin, 24 Juli 2017

Catatan Pendaki #1 Gunung Merbabu

Catatan Pendaki (Pemula)

Hari itu, November 2014. Setelah makan di salah satu burjo di belakang kampus, salah satu teman kami nyeplos untuk melakukan pendakian. Dari celotehan tersebut malah terjadi yang sebenarnya. Kami berencana untuk mendaki ke salah satu gunung di sekitar Solo. Kami tentukan pilihan untuk mendaki Gunung Lawu atau Merbabu. Berdasarkan pengalaman teman saya, yang beberapa kali naik ke gunung tersebut mengatakan untuk pemula naik ke Gunung Merbabu saya. Setelah kami putuskan untuk mendaki ke Gunung Merbabu pada weekend minggu itu. Untuk lebih menghebohkan suasana saat itu kami mengajak teman yang lain. Terkumpullah enam orang termasuk saya. Namun saya ternyata salah seorang teman wanita saya mau ikut untuk mendaki Gunung Merbabu. Tanpa pikir panjang kita menyusun rencana apa saja dan waktu yang perlu dipersiapkan untuk mendaki. Karena ini adalah pertama kali bagi saya, sedikit cemas tapi banyak antusiasnya. Salah satu teman kami menyewakan alat-alat perlengkapan pendakian (maksudnya kami iuran terus dia yang booking).

Jumat pagi, saya masih bingung perlengkapan apa yang perlu dibawa ketika mendaki. Saya merupakan pemula jadi perlengkapan pertama yang penting adalah bekal. Langsung saya meluncur ke salah satu took klontong di dekat rumah untuk membeli roti. 5 buah roti ukuran jumbo sudah saya beli. Saya langsung menata baju di tas (catatan: baju yang saya bawa beda-beda untuk pagi dan malem ya, karena saya tidak tahu role baju pendaki seperti apa, tapi jaket tetap yang utama). Jumat siang setelah jumatan, saya meluncur ke kos teman saya yang menjadi titik kumpul kami. Saya baru terpikir kalau jumlah team kami ganjil tapi saya diam saja. Semoga tidak berdampak apa-apa bagi kami. Ternyata setelah perbendaharaan bekal kita dikumpulkan saya merasa hina karena saya salah bekal. Harusnya yang penting bagi pendaki adalah sembako dan air minum yang banyak. Ya sudah kami iuran lagi untuk membeli mie dan nasi serta beberapa cemilan untuk perjalanan. Jumat sore, sekitar pukul tiga. kami persiapan utnuk berangkat ke Gunung Merbabu via Selo. Team saya lima laki dan dua wanita. Jalan yang kami lewati di arah selo ternyata sangat rusak, berlubang, dan berbatu (sekarang saya kurang tau apakah masih sama atau sudah bagus. Semoga sudah diperbaiki jalanannya). Musuh kami juga adalah truk-truk pengangkut pasir juga. Jadi ketika kena angin, pasirnya akan terbang dan mengenai kita yang berada di belakangnya. Sekitar maghrib kita sampai basecamp Gunung Merbabu. Keadaannya lumayan sepi, ada team kami dan satu team lain namun berbeda ruangan. Sinyal? Saya memakai smartfren jadi harus keluar basecamp dahulu untuk mendapatkan  sinyal. Saat malam di basecamp sudah terasa hawa dingin dan pemandangan seperti bukit bintang di Jogja sudah terlihat. Basecamp dengan warung yang tersedia makanan dan minuman yang cukup bagi kita jadi tak perlu khawatir tentang bekal kita. Mie instan sangat cocok saat di basecamp. haha….Tak berapa lama banyak para pendaki yang juga akan mendaki bebarengan dengan tim kami. Kami berencana akan mulai mendaki setelah subuh.

Sabtu, 3 pagi. Perut saya begah (first problem). Tau kan rasanya perut begah? Padahal sebelum saya akan mendaki ini saya sudah mengimbanginya dengan jogging tiap hari (tapi makan tetap banyak karena dulu jaman saya masih dibilang overweight). Saya coba bolak-balik ke toilet tapi tetap isinya masih gas. Karena mungkin saya terlalu banyak mengambil angin. Saya hiraukan saja perut saya ini. Setelah team kami terkumpul kami briefing sejenak dan berdoa sebelum mulai mendaki. Setelah semua dirasa siap kami mulai mendaki perlahan. Bagian depan dan belakang harus membawa senter. Para wanita diposisikan di tengah. 15 menit setelah naik kaki saya mulai merasakan keanehan seperti bergetar namun tidak terkontrol. Kata teman ini kaki saya masih tegang dan shock dan perut saya mulai bermasalah lagi. Teman wanita yang di depan saya juga merasakan hal yang sama. Begitupun teman saya yang di belakang. Beberapa saat kemudian teman saya muntah, saya pun juga muntah. Ini shock karena pertama kali bagi kami untuk mendaki. akhirnya kami rehat sebentar. Tidak tahu kenapa salah satu teman wanita kami pingsan (problem kedua). Kami semua kaget dan coba menyadarkan dia untuk bangun. Akhirnya kami semua saling memotivasi dan melanjutkan kembali pendakian. Sinar matahari mulai menampakkan wujudnya. Teman wanita yang pingsan tadi (sebut saja Nana) meminta rehat kembali. Akhirnya kami rehat dan berbincang-bincang tapi tidak disangka, Nana berteriak kencang sambil menunjuk kearah salah satu pohon.

“eh….lihat itu apa?"

Teman saya yang mengetahui rute (sebut saja Edward) langsung menarik Nana dan suruh diam. Sekelebatan saya juga melihat sesosok seperti Beast (dalam beauty and the beast) memiliki tanduk dan berbadan besar. Tapi saya diam karena sudah tau aturan main ketika naik gunung tidak boleh mengatakan apa yang terlihat aneh di gunung. Akhirnya kami berdoa sesuai keyakinan kami dan kembali melanjutkan perjalanan. Beberapa lama kemudian kami sampai di pos satu. kami istirahat dan perbanyak minum. Kami melanjutkan perjalanan kembali ke pos dua yang sangat lama karena sebelum sampai ke pos dua kita akan melewati pos bayangan. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke pos tiga yang tidak terlalu jauh. Perjalanan ke pos tiga ini jalnnya lumayan berbatu namun kita bisa memetik blueberry dan blackberry atau berrby yang lain yang bisa kita gunakan untuk membasahi tenggorokan kita saat melakukan pendakian. Pos ini dinamakan Pos Watu Tulis. Pos 3 ini memiliki pemandangan yang sangat indah karena dapat melihat merapi secara langsung jika tidak berkabut. Saat saya sampai ke sana sangat berkabut. namun tidak udah kecewa karena ada banyak pohon-pohon edelweiss di sini. Kami lumayan lama berhenti di pos ini karena tanahnya yang sangat lapan dengan banyak yang camping di sini. Selanjutnya menuju ke pos 4. Di sini saya merasa sangat tertantang dengan trek yang sangat terjal karena kami harus mendaki pada tanah yang licin dan dapat membuat kami tergelincir. Sesekali saya juga tergelincir. Kami juga harus sedikit membungkukkan punggung kami agar beban kami pada tas tidak terdorong ke belakang. Tingkat kemiringan trek ini juga lumayan. Namun ada bantuan pegangan tali untuk mendaki sampai ke pos 4. Kaki saya keram (problem ketiga) karena saya paling belakang teman saya harus membantu saya untuk menghilangkan kram pada kaki saya. Dengan dibantu Edward saya tertatih untuk naik ke pos 4. tapi siapa sangka sebelum kami samai ke pos 4, tiba-tiba hujan datang. Kami terpaksa membangun satu tenda agar cepat untuk berlindung dari hujan. Dome untuk ber4 kami gunakan bertujuh. Namun setelah tak lama kemudian hujan pun reda. Kami masih beristirahat pasca kejadian tersebut. Setelah itu kami melanjutkan perjalanan ke pos 4. saat berada di Pos 4 (dinamakan Sabana 1) cuaca sangat berkabut dan mendung. Kami pun memutuskan untuk mendirikan tenda di situ untuk bermalam karena hari juga sudah hapir petang. Saya liat keadaan sekitar banyak tenda-tenda yang sudah berdiri tapi saya tidak melihat keseluruhan pemandangan sekitar karena cuaca sangat berkabut. Setelah kami mendirikan tenda, tak lama kemudian hujan lebat datang, saat itu jam 4. Untungnya kami sudah membangun dua tenda. Satu tenda kami, yang untuk berempat bocor (problem keempat). kami pun segera bergegas membereskan tenda kami dan menggunakan tenda bocor untuk menutup tenda yang lebih besar agar tidak ikut bocor dan lebih menghangatkan. Sambil menghangatkan suasana kami memasak mie instan dan nasi derta kopi. Satu panci mie untuk bertujuh dan makannnya diputarkan dari satu orang ke orang yang lain. Hal tersebut terasa sangat kekeluargaan. mungkin ini salah satu alasan kenapa kita harus mendaki. Hujan semakin deras hingga malam hari. Kami pun tidak bisa apa-apa selain tidur hingga hujan reda. Pukul 10 malam hujan sudah berhenti. Saya pun penasaran melihat suasana di luar. Luar biasa takjub ketika saya melihat lampu-lampu seperti bintang yang berada di Gunung Merapi. Saya bisa tidak bisa melihat Gunung Merapi secara ujung karena sudah sangat gelap, tapi lampu-lampu yang ada di gunung tersebut seolah menggariskan struktur Gunung Merapi. Karena sangat dingin saya kembali ke tenda dan tidur.

Minggu subuh, saya harus bangun dan menyaksikan sunrise yang muncul. Saat itu awan masih lumayan tebal dan agak mendung. Tapi saya bisa melihat merapi secara langsung dan terasa sangat dekat. Setelah beberapa saat kami menunggu, muncullah sang pusat cahaya terang tersebut di sebelah timur. Salah satu moment yang tidak pernah bisa saya lupakan hal ini. Semua yang berada di tenda juga langsung mendekati tempat yang cocok untuk melihat sunrise. Meskipun udara sangat dingin tapi semua antusias untuk melihat sunrise. Saat sang terang muncul di ufuk timur, terlihat pula Gunung Lawu yang berdiri kokoh. Tak lewatkan kami mengambil moment yang jarang kami nikmati ini. 



Setelah itu kami membuat kopi dan sarapan roti untuk mengisi tenaga kita, karena jadwal kita hari ini adalah hiking. Sayangnya salah satu dari kami harus menunggu tenda karena jika kami hiking hanya membawa peralatan seadanya dan tidak terlalu berat. Setelah berunding, Andi (sebut saja begitu) yang harus menjaga tenda. Akhirnya kami berenam melanjutkan perjalanan ke puncang Gunung Merbabu. Terlihat sebuah bukit yang cukup tinggi di belakang tenda kami, bukit itu. Saya kira itu adalah puncaknya, ternyata bukan. Kami mulai melanjutkan perjalanan ke puncak dengan diawali perjalanan yang tidak terlalu terjal dengan kanan kiri jurang dan rerumputan yang tinggi serta semilir angin gunung yang sejuk. Setelah beberapa saat kami sampai di Sabana 2. Tempat ini sangat luas dengan padang rumput yang sangat indah, jika dijadikan tempat prewedd sangat cocok juga nih…. Kami bertemu salah satu komunitas pendaki yang memberi tawaran spaghetti pada kami dan tanpa menolak kami pun ikut makan bersama mereka. Inilah salah satu kehebatan para pendak yakni kita bisa saling berbagi dan khususnya menjalin relasi dengan orang baru. Setelah selesai makan kami pun melanjutkan perjalanan ke puncak karena sang matahari sudah mulai menaiki tahtanya. Kami melewati tengah diantara dua bukit dan kami bisa melihat tenda yang kami pasang dari kejauhan. Dan….. inilah saatnya pertarungan dimulai, tanjakan yang terus menanjak dengan tekstur batu dan tanah kering akan kami lalui. Satu kuncinya adalah MOTIVASI. Dengan perlahan kami terus naik hingga akhirnya sampai di Puncak Trianggulasi. Yassssss…..We did it! Baberapa orang juga sampai di puncak ini. Tapi sayangnya ketika kami sampai di puncak ini kabut tebal berada di sekeliling kami, ada beberapa pepohonan yang ada di situ, dengan ditandai monumen batu dan bendera Indonesia di atasnya.  Tak lupa juga papan nama tempat tersebut dan tempaelan setiker-stiker komunitas pencinta alam yang telah sampai di Puncak Trianggulasi. Sebenarnya kami akan melanjutkan perjalanan ke Puncak Kenteng Songo tapi karena cuaca tidak memungkinkan akhirnya kami pun balik ke tenda. Perjalanan ketika hiking sekitar dua jam tapi ketika kami turu dari puncak ke tenda hanya sekitar setengah jam. Setelah sampai ke tenda kami pun makan siang dan bersiap untuk pulang. Karena cuaca sedikit berkabut dan rintik hujan juga menyapa kami sesegera mungkin merapikan tenda dan perlengkapan kami. Perjalanan pulang juga kami tempuh sangat cepat yakni hanya sekitar satu setengah jam karena jalannnya hanya menurun dan kami lari. Hahaha…. Bagi kami medan turun yang lumayan sulit adalah  medan sebelum pos 3 karena jalan yang terlalu turun menukik dan tanahnya yang berlumpur. Tak heran saya sering trpeleset dan berseluncur ketika itu. Sampai di pos kami makan lagi, soto hahaha makan  terus perasaan serta mandi dan berkemas pulang.

ini di sabana 2 ya

ini bukit belakang tenda

masih bukit belakang tenda

finally, Puncak Trianggulasi


Oiya…..mengingatkan bahwa ini adalah pendakian pertama saya sebagai pendaki pemula, saya juga akan bercerita tentang pendakian saya selanjutnya. Percayalah ketika kalian mendaki musuh terbesar adalah dirimu sendiri dan reward yang akan kamu dapatkan adalah ketagihan! Iyaaa… ketagihan unutk mendaki gunung-gunung yang lain. So, tunggu kembali cerita saya tentang mendaki gunung yang lain ya. 🙋🙌😎